Total Pageviews

Tuesday 30 January 2018

Sejarah Perpustakaan di Dunia dan Indonesia

P2

MAKALAH MANAJEMEN PERPUSTAKAAN

“SEJARAH PERKEMBANGAN PERPUSTAKAAN DUNIA DAN INDONESIA”





Disusun oleh :
Zakiya Dina Kamalia              (16101241018)
Sijna Fatayani Nur Fauziah    (16101241019)
Laily Nurjannah                       (16101241021)
Stella Maraszona                    (16101241022)
Wildan Maulana Adicandra     (16101241023)



MANAJEMEN PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017






PENDAHULUAN
            Perpustakaan adalah ruang atau tempat yang menyediakan berbagai sumber informasi yang sengaja disediakan untuk para pengunjung dan pengguna perpustaakaan. Perpustakaan juga merupakan satuan unit kerja yang memiliki Sumber Daya Manusia, ruang khusus, yang substansinya merupakan sumber informasi yang setiap saat dapat digunakan oleh pengguna jasa layanannya. Sebagai pusat sumber daya informasi, bahan pustaka yang ada di perpustakaan perlu ditata dan dikelola sebaik mungkin demi memudahkan para pengguna dalam mendapatkan informasi yang diperlukan. Namun seiring perkembangan zaman yang pesat ini sumber informasi tak lagi hanya melalui buku dan bahan pustaka cetak tapi juga di dunia maya yang sangat mudah diakses melalui internet, computer dan gadget yang dimiliki semua orang. Konsekuensi dari perkembangan itu adalah tuntunan bagi perpustakaan untuk selalu berkembang pula mengikutinya dengan berupaya memberikan layanan terbaik bagi pengguna perpustakaan. perkembangan teknologi yang dimanfaatkan di perpustakaan cukup menunjang sarana dan prasarana yang ada di perpustakaan, hal ini semakin mempermudah para pengguna dan pengunjung perpustakaan untuk mencari sumber informasi sesuai kebutuhan dan keperluan. Karena perkembangan perpustakaan yang pesat pada zaman modern ini orang orang mulai melupakan bagaiaman sejarah perpustakaan, keadaan dan kondisi perpustakaan pada masa lalu. Temuan dan hasil karya masa silam yang mulai berkembang pada generasi berikutnya dan seterusnya merupakan ilmu pengetahuan sejarah yang penting untuk diingat. Pada masa manusia belum mengenal tulisan dan kertas manusia sudah memikirkan adanya perpustakaan.  Maka penulis mengangkat judul sejarah perpustakaan dunia dan sejarah perpustakaan Indonesia dalam makalah ini sebagai wujud informasi yang membantu mengingat sejarah bagaimana kondisi dan keadaan perpustakaan pada masa lalu di lingkup wilayah dunia dan Indonesia.



1.    Apa yang dimaksud dengan sejarah perpustakaan?
2.    Bagaimana sejarah perkembangan perpustakaan pada masa sebelum dan sesudah masehi?
3.    bagaimana sejarah perkembangan perpustakaan pada abad pertengahan dan abad XVII?
4.    Bagaimana perkembangan perpustakaan klasik di berbagai negara berkembang?
5.    Bagaimana sejarah perkembangan perpustakaan di Indonesia?

1.    Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sejarah perpustakaan.
2.    Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan perpustakaan pada masa sebelum dan sesudah masehi.
3.    Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan perpustakaan pada abad pertengahan dan abad XVII.
4.    Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan perpustakaan klasik di berbagai Negara berkembang.
5.    Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan perpustakaan di Indonesia.



PEMBAHASAN
            Perpustakaan berasal dari kata dasar pustaka. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pustaka artinya kitab, buku (Depdikbud: 1980). Istilah perpustakaan itu sendiri adalah sebuah ruangan bagian sebuah gedung ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan tertiban lainnya yang biasa disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual (Sulistyo Basuki: 1991,3).
            Istilah perpustakaan memang bukan sesuatu yang asing lagi bagi kita di masa sekarang ini. Istilah ini begitu populer, bahkan orang non-akademis pun mengerti bahwa perpustakaan adalah tempatnya buku. Tempat Pustaka ini di cetus sudah sejak sebelum masehi, namun pada koleksinya masih berupa lempengan, tanah liat dan daun lontar. Seiring berjalannya waktu, perpustakaan mulai berkembang sejalan dengan perubahan dan perkembangan bahasa, tulisan dan media yang digunakan. Perkembangan perpustakaan mulai dari hanya tumpukan koleksi lempengan dan tanah liat menjadi koleksi gulungan yang diberi tanda sebagai fungsi katalogisasi lalu berkembang menjadi incunabula yang koleksinya sudah mulai memakai tanda sebagai identitas dan berkembang seperti sekarang ini. Perkembangan sejak zaman dahulu inilah yang disebut dengan Sejarah Perkembangan Perpustakaan.
a.    Sebelum Masehi
            Jauh sebelum buku dikenal banyak orang, istilah perpustakaan juga belum banyak diketahui orang. Tapi bisa dipastikan bahwa perkembangan perpustakaan tidak dapat dari sejarah manusia, karena perpustakaan merupakan produk manusia itu sendiri. Pada masa awal perkembangan berpikir manusia, hidup yang nomaden berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.
Pengalaman yang didapat dari cara hidup nomaden dan kebutuhan informasi antar sesama tersebut membuat mereka berpikir dan merekayasa bagaimana cara menyampaikan pesan agar bisa diterima kerabatnya. Bermula dari kebutuhan itu, mereka memilih cara menuliskan pesan yang berupa sandi atau isyarat di batu-batu, daun-daun lontar, batu atau pohon yang dipahatkan. Berangsur-angsur komunikasi tidak hanya terjadi pada satu kelompok saja, melainkan juga meluas kepada antarkelompok, dan bahasa yang digunakan sudah menggunakan bahasa lisan dan tulisan.
Perpustakaan pada masa lalu berjumlah seperti yang kita ketahui sekarang ini, tapi atmosfer pembentukannya sudah mulai tampak. Terbukti ada tulisan atau tanda yang dipahatkan di pohon atau batu atau benda lain yang digunakan sebagai cantuman (record) mengenai  apa yang dikatakan manusia maupun yang diketahui seseorang pada masa lalu. Sehingga pesan yang dicantumkan ini bisa dibaca atau diketahui pula oleh orang lain, bisa pula diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Berdasarkan bukti arkeologis, diketahui bahwa perpustakaan pada awal mulanya tidak lain berupa kumpulan catatan transaksi niaga. Dengan kata lain, perpustakaan purba tidak lain merupakan sebuah kemudahan untuk menyimpan catatan niaga. Dengan demikian, perpustakaan dan arsip pada awalnya bersumber dari kegiatan yang sama dan untuk kemudian terpisah.
Disebutkan diatas bahwa manusia berusaha mencatat kegiatannya dengan cara memahatnya pada kayu, batu, dan lempengan. Lambat laun catatan itu dianggap kurang praktis krena sulit digunakan dan sukar disimpan. Karena catatan pada lempengan tanah liat itu dianggap kurang praktis, manusia berusaha menemukan alat tulis yang lebih baik daripada alat tulis periode sebelumnya.
Pada sekitar tahun 2500 SM, di Mesir terdapat sebuah temuan sederhana, tapi memiliki pengaruh besar bagi peradaban manusia, yaitu penemuan bahan tulis berupa papyrus yang dibuat dari sejenis rumput yang tumbuh disepanjang sungai Nil. Rumput tersebut dihaluskan dengan cara ditumbuk, lalu diratakan, kemudian dikeringkan dan digunakan untuk menulis dengan menggunakan pahatan dan tinta. Dari kata papyrus itu berkembanglah istilah paper, papiere, papiros, yang berati kertas.
b.    Sesudah Masehi
            Penemuan kertas dari rumput papirus ini dianggap penting bagi manusia, karena serat selulosenya menjadi landasan kimiawi bagi pembuatan kertas zaman modern. Hingga sekitar 700-an M, papirus masih digunakan sebagai bahan tulis, kemudian mulai digunakan bahan lain seperti kulit binatang, besi, dan sebagainya.
            Sekitar abad pertama masehi, sejenis bahan yang mirip dengan kertas yang kita gunakan dewasa ini telah ditemukan di Cina. Namun, karena ketatnya seleksi penguasa Cina terhadap semua barng yang keluar masuk Cina, temuan kertas itu tidak dikenal di Eropa hingga tahun 1150-an. Sebelum temuan di Cina, di Eropa sudah digunakan kulit binatang (kambing, domba, biri-biri, sapi, dan binatang lain) yang disebut parchment. Kata parchment berasal dari Pergamum, sebuah kota kecil di Asia Kecil tempat parchment pertama kali digunakan. Parchment digunakan sebagai bahan tulis sebelum kertas ditemukan. Bahan tulis lain disebut vellum yang terbuat dari kulit sapi atau kambing dan digunakan untuk menulis dan menjilid buku. Bahan ini banyak digunakan pada awal mula penerbitan di Eropa.             Semua itu layak dijadikan bahan tulis karena selain awet, juga tidak mudah rusak, meskipun harganya sedikit mahal. Karena itulah buku yang ditulis pada kulit binatang menjadi peninggalan langka yang mahal harganya. Namun, karena Eropa Barat baru dikenal pada abad ke-15, maka perkembangan perpustakaannya berjalan lambat. Ketika kertas sudah dikenal, sementara teknik percetakan masih primitif, di Eropa Barat sudah dikenal sejenis terbitan bernama incunabula, yaitu buku yang dicetak dengan menggunakan teknik bergerak (movable type) sebelum tahun 1501. Semua itu merupakan bahan tulis yang bagus, kuat, dan tahan lama, tapi untuk membuatnya memerlukan waktu yang lama dan prooduknya terbatas. Karena itu, perpustakaan terutama di Eropa hanya menyimpan naskah tulisan tangan lazim yang disebut manuskrip. Manuskrip pada umumnya berbentuk gulungan atau scroll. Sebelum itu orang Eropa telah berhasil membuat buku dalam bentuk lembaran yang dijilid yang diletakan diantara dua papan kayu dan dilapisi dengan kulit binatang. Buku semacam ini disebut dengan codex atau codice yang artinya blok kayu daam bahasa Yunani.
            Dari pernyataan diatas, nyatalah bahwa pada masa itu peradaban Cina jauh lebih maju dibanding peradaban Eropa. Misalnya, dlam hal cetak mencetak orang-orang Cina telah menemukan sejenis bentuk cetakan berupa cetakan pada blok kayu. Blok kayu ini kemudian diolesi tint, kkemudian diteka keras-keras pada secarik kertas. Hasilnya ialah cetakan akasara pada sehelai kertas. Teknik tersebut kemudian dikembangkan lagi menjadi tipe gerak, yang bisa memindahkan aksara ke blok lain.
            Teknik tersebut baru dikenal di Eropa Barat sekitar tahun 1440, saat Johannes Gutenberg dari kota Mainz, Jerman mencetak buku dengan tipe cetak gerak. Setiap aksara dilebur ke dalam logam, kemudian dipindahkan ke dasar mesin press lalu diberi tinta. Kemudian ditaruh kertas diatasnya lalu digulung dengan lempeng pemberat. Sejak temuan Gutenberg ini pembuatan manuskrip yang semula ditulis dengan tangan kini dapat digandakan dengan mesin cetak. Namun, karena teknik percetakannya masih sederhana, maka hasilnya pun masih sederhana bila dibandingkan dengan cetakan buku sekarang. Buku yang diterbitkan pada masa ini hingga abad ke-16 dikenal dengan nama incunabula (Sulistyo Basuki:1991)
            Mesin cetak temuan Gutenberg kemudian dikembangkan lagi sehingga mulai abad ke-16 percetakan buku dalam waktu singkat mempu menghasilkan ratusan eksemplar. Hasilnya bagi perpustakaan ialah terjadi revolusi perpustakaan. Artinya, dalam waktu singkat perpustakaan diisi sengan buku cetak. Revolusi yang mirip sama terjadi hampir 400 tahun kemudian, ketika buku mulai digantikan bentuk elektronik. Dari Jerman, mesin cetak kemudian tersebar keseluruh Eropa. Kemudian dibawa lagi ke Asia tempat mesin cetak.
            Penyebaran teknik dan keahlian cetak itu tersebar ke seluruh Eropa bersamaan dengan lahirnya paham baru yang timbul akibat Renaissance. Timbullah aliran Romantik yang mementingkan logika dalam berbagai temuan dan usaha menentang dominasi gereja di segala bidang. Bentuk penentangan ini mendapat bantuan pesat berkat adanya mesin cetak. Ketika Martin Luther menempelkan protesnya di gereja Wittenberg pada tahun 1517, Luther menempelkan protes tercetak. Inilah hasil sampingan ditemukannya mesin cetak serta dampaknya terhadap perpustakaan (Sulistyo Basuki: 1991).
            Mesin cetak yang diasosiasikan dengan buku menimbulkan dampak sosial yang besar, misalnya tentang alasan buku diterbitkan. Ada buku yang diterbitkan karena alasan pribadi, namun ada juga terbit karena pertimbangan lain. Misalnya, bila sebuah negara berada dibawah kekuasaan yang mutlak, berbagai pengarang menulis buku dengan tujuan menentang tirani. Hal ini sering berakhir dengan pelarangan buku yang menentang kekuasaan. Alasan lain menulis buku ialah untuk mata pencaharian. Banyak orang hidup hanya dari menulis buku saja. Misalnya, para sastrawan dan penulis novel. Alasan lain menulis buku ialah melakukan komunikasi formal antara penulis dengan pembacanya.

                       
a.    Abad Pertengahan
            Kerajaan Romawi runtuh, pusat pemerintahan berpindah ke Constatinopel dan perpustakaan juga dipindah koleksinya yang berisi karya karya Bangsa Latin, religious Kristen juga untuk kepentingan politik dn kebudayaan Eropa Barat dan Eropa Timur. Abad V Raja Theodoseus mendirikan Universitas Constatinopel dan perpustakaan dengan koleksi meliputi berbagai bidang ilmu seperti matematika, ilmu pengetahuan murni, hokum, arsitektur dan seni.
            Abad IX Raja Abbasid Al Mamum dari Arab mendirikan perpustakaan yang terkenal dengan sebutan “Rumah Kebijakan” di Baghdad, Koleksinya meliputi ilmu kedokteran, matematika, ilmu pengetahuan murni dan berbagai karya Plato, Ariestoteles, Hipocrates dan Galileo.
Pada Zaman Renaisance, di kota Florence menjad pusat kebudayaan Italia Renaisance. Perpustakaan yang terkenal adalah Perpustakaan San Marco yang koleksinya meliputi ilmu kedokteran dan latin klasik. Renaissance mulai pada abad ke-14 di Eropa Barat. Secara tidak langsung, renaissance tumbuh akibat pengungsian ilmuwan Byzantium dari Konstantinopel. Mereka lari karena ancaman pasukan Ottonam dan Turki. Sambil mengungsi, ilmuwan ini membawa serta manuskrip penulis kuno. Ilmuwan Italia menyambut kedatangan ilmuwan Byzantium ini dan mendorong pengembangan kajian Yunani dan Latin. Karya ini kemudian tersebar ke Eropa Utara dan Barat, sebagian diantaranya disimpan di perpustakaan biara maupun universitas yang mulai tumbuh (Sulistyo Basuki: 1991).
Petrarch (sekitar 1304-1374) mengakui nilai nilai intelektual dan kultural literature Latin dan Yunani Kuno. ia menekankan pada kajian yang bersifat lebih manusiawi pada penulis penulis yunani kuno dan latin daripada menekankan aspek teologis seperti halnya yang dilakukan oleh ilmuwan abad menengah. Petrarch menelusuri perpustakaan pada pertapaan mencari manuskrip. usahanya berhasil menemukan karya latin yang dianggap telah musnah, termasuk tulisan Cicero, Quintilianus, Palutus, dan Lucretinus. dia menghadiakan perpustakaanya pada gereja St. Markus di Venesia.      Renaisance di Italia disebut juga Humanisme, ditandai dengan usaha tak henti hentinya mencari manuskrip pengarang Yunani dan Latin Kuno, mencoba mempelajari naskah tersbut dan membuat salinan dengan gaya dan bentuk manuskrip serta mendorong perpustakaan untuk memperoleh dan melestarikan manuskrip.
Kota Florence di Italia menjadi pusat renaissance Italia. Penguasa Florence bernama Cosimo de’Medici menyuruh bawahannya mencari naskah latin klasik. dia mendirikan perpustakaan San Marco dan dari koleksi pribadinya ia mendirikan perpustakaan Medici. koleksinya kini disimpan di dalam perpustakaan Laurentianus di Florence yang berisi karya klasik yunani dan latin. Tatkala Roma diserbu pasukan sewaan Carlos V dari Italia, banyak koleksi manuskrip yang di musnahkan. kira kira separuh dari buku yang dicetak pada abad ke 15 merupakan buku keagamaan seperti Alkitab, karya pujangga gereja, panduan pertapaan dan traktat kegamaan. publikasi lain ialah ensiklopedia, pamphlet, kalender, epistola dan buku bidang matematika dan astronomi. buku ini disebut Incunabula atau incunabulum.
Perpustakaan terpenting pada abad ke 15 ini ialah perpustakaan Vatican. Paus Nicholas V (1447-1455) semasa muda pernah bekerja pada perpustakaan keluarga Medici, giat menelusuri naskah kuno bahkan menyalin beberapa manuskrip untuk keperluan sendiri. Setelah beliau menjadi Paus, dia menghadiahkan koleksinya ke perpustakaan kepausan. koleksi perpustakaan dimulai dengan sekitar 350 manuskrip yang merupakan inti dari perpustakaan Vatican. Paus mendorong penerjemah literature Yunani ke dalam bahasa Latin. pada masa Paus Sixtus IV melanjutkan karya dari Paus Nicholas V, yang kemudian membuka perpustakaa Vatikan untuk umum.
Salah satu perpustakaan pribadi yang terkenal pada abad 15 ini adalah Duke Urbino, berisi semua salinan semua pengarang Yunani dan Latin yang berhasil ditemukan. hasil dari penemuan mesin cetak semua karya lalu di cetak dan menghasilkan buku buku literature klasik. karena kesempatan belajar menjadi lebih luas maka tumbuhlah Universitas, pada tahap selanjutnya tumbuh perpustakaan unversitas guna melayani kebutuhan pengetahuan mahasiswa.
b.    Abad XVII
            Pada abad ini perpustakaan sudah berkembang dengan pesat. Perpustakaan dijadikan sebagai tempat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, bukan hanya untuk melestarikan karya karya orang pandai saja. Mulai bermunculan perpustakaan nasional di Eropa, sehingga ilmu pengetahun menyebar dengan merata dan cepat, antara lain Divssian State Library di Berlin). perpustakaan nasional mempunyai tugas utama yaitu mengumpulkan dan melestarikan hasil tertulis dari sebuah Negara (hasil cetakan) demi kepentingan generasi mendatang. pada abad ini berdirilah perpustakaan Prussia di Berlin (1659), Kongelinge Bibliotek di Copenhagen (1651) Serta nasional Library di Scotland (1682).
            Atas perintah Raja Louis XIII Bibliotheque du Roi (perpustakaan Kerajaan Prancis) menerbitkan katalognya yang pertama pada tahun 1622. Perpustakaan Cardinal Mazarin dikelola dan disusun oleh Gabriel Naude pada tahun 1642. koleksinya berjumlah 400.000 volume, dan terbuka bagi umum.
            semangat ilmiah pada abad ke 17 juga mendorong penulisan tentang sejarah perencanaan, organisasi, dan administrasi perpustakaan, serta klarifikasi dan susunan bahan perpustakaan. pada tahun 1602 Justus Lipsius Menerbitkan buku De Bibliothesis Syntagama, merupakan dasar sejarah perpustakaan modern. Naude dalam bukunya Advis Pour Desser une Bibliotheue yang terbit pada tahun 1627 membahas alasan mendirikan sebuah perpustakaan, besarnya koleksi, kualitas koleksi, dan susunan koleksi, gedung yang diperlukan serta tujuan utama perpustakaan.
            John Durie, pustakawan Perpustakaan Kerajaan, menerbitkan The Reformed Librarie Keeper (1650) berisi rencana perluasan perpustakaan kerajaan sehingga koleksi koleksinya benar benar mencerminkan koleksi nasional inggris. Pada abad ini terlihat bahwa semangat ilmiah dalam memperbaiki isi koleksi, mengembangkan koleksi benar benar tercemin. Minat dalam penelitian meruyak ke semua bidang ilmu pengetahuan, hal ini terwujud pada keberadaan berbagai jenis perpustakaan, lembaga dan organisasi nasional yang bertujuan melakukan penelitian serta menyediakan bahan perpustakaan. sebagai contoh Royal Society di London yang didirikan pada tahun 1669 yang merupakan usaha bersama antara ilmuwan, sejarawan dan filsuf.


a.    Sumeria dan Babylonia
Perpustakaan sudah dikenal sejak 300 tahun yang lalu. Penggalian dibekas kerajaan Sumeria menunjukkan bahwa bangsa Sumeria sekitar 3000 tahun SM telah menyalin rekening, jadwal kegiatan, pengetahuan yang mereka peroleh dalam bentuk lempeng tanah liat (clay tablets). Tulisan yang digunakan masih berupa gambar (pictograph), kemudian dikembangkan menjadi tanda fonetik. dengan berkembangnya tulisan, maka pujangga Sumeria mampu menuangkan pikiran dan gagasan mereka ke dalam aksara Sumeria. Tulisan tersebut dilakukan pada lempengan, prisma dan tanah liat. Jadinya caranya dengan menulis pada lempengan tanah liat yang masih empuk karena diberi air yang kemudian di keringkan dengan bantuan sinar matahari. Hasil tulisan ini disimpan di perpustakaan kuil, pemerintahan dan pribadi. ini berarti sekitar tahun 2700 SM orang orang Sumeria telah mengenal perpustakaan sebagai penyimpan kebudayaan mereka. Gagasan itu kemudian ditiru oleh tenagga Sumeria ialah kerajaan Babylonia. Berkat kegigihan mereka, maka bahasa Babylonia yang ditulis dalam tulisan Cuneiform menjadi bahasa diplomatic di kawasan Timur Tengah. Kebudayaan Sumeria termasuk kepercayaan, praktik keagamaan dan tulisan Sumeria kemudian diubah menjadi tulisan paku (cunciform) karena mirip paku.
Hasil gambar untuk example of cuneiform
Example of Cuneiform
Cuneiform yaitu sistem tulisan yang digunakan oleh berbagai peradaban di Timur Tengah. Cuneiform berasal dari tulisan yang dikembangkan oleh orang orang Phoeinicia yang menetap di pesisir Syiria Kuno. Semasa pemerintahan Raja Ashurbanipal dari Assyria (sekitar tahun 668-626 SM) mendirikan perpustakaan kerajaan di ibukota Nineveh, berisi puluhan ribu lempeng tanah liat yang dikumpulkan dari segala penjuru kerajaan (Sulistyo Basuki: 1991). masing masing dari barang yang disimpan itu diberi tanda sebagai tanda identifikasi dan disusun menurut subyek. dapat juga disusun dalam ruang ruang kecil. keterangan ini masing masing ruang dipahat dipintu masuk. pahatan atau tulisan di depan ruang kecil ini berfungsi sebagai katalog (daftar koleksi sebuah himpunan). Untuk mencatat koleksi, digunakan sistem subjek serta tanda pengenal pada tempat penyimpanan. Banyak dugaan bahwa perpustakaan ini terbuka bagi kawula kerajaan.
b.    Mesir
Pada masa yang hampir bersamaan, peradaban Mesir Kuno pun mengalami perkembangan misalnya perpustakaan Khufu, raja dari Dinasti keempat dan perpustakaan Khafre, pembangunan pyramid yang kedua. koleksi perpustakaan mesir dihitung dalam hitungan gulungan papyrus. Teks tertulis paling awal yang ada di perpustakaan Mesir berasal dari sekitar tahun 4000 SM, namun gaya tulisanya berbeda dengan gaya tulisan Sumeria. Orang Mesir menggunakan tulisan yang disebut hieroglyph. Tujuan hieroglyph ialah memahatkan pesan terakhir di monumen untuk mengagungkan raja. Sementara tulisan yang ada ditembok dan monumen dimaksudkan untuk memberikan kesan kepada dunia. Perpustakaan di Mesir bertambah maju berkat penemuan penggunaan rumput papyrus sekita tahun 1200 SM. Untuk membuat lembar papirus, isi batang papirus dipotong menjadi lembaran tipis, kemudian dibentangkan satu demi satu dan tumpuk demi tumpuk. Kedua lapisan kemudian dilekatkan dengan lem, ditekan, diratakan, dan dipukul sehingga permukaannya rata. Dengan demikian, permukaan lembaran papirus dapat digunakan sebagai bahan tulis. Sedangkan alat tulisnya berupa pena sapu dan tinta. Umumnya tulisan hieroglyph hanya dipahami oleh pendeta, karena itu papirus banyak ditemukan di kuil-kuil berisi pengumuman resmi, tulisan keagamaan, filsafat, sejarah, dan ilmu pengetahuan. Perkembangan perpustakaan Mesir terjadi semasa raja Khufu, Khafre, dan Ramses II sekitar tahun 1250 SM. Perpustakaan raja Ramses II memiliki koleksi  sekitar 20.000 buku (Sulistyo Basuki:1991).
c.    Yunani
Peradaban Yunani mengenal jenis tulisan yang disebut mycena  sekitar tahun 1500 SM. Tapi kemudian, tulisan itu lenyap tergantikan oleh 22 aksara temuan orang Phoenicia, yang dikembangkan menjadi 26 aksara seperti yang kita kenal dewasa ini. Yunani mulai mengenal perpustakaan milik Peistratus (dari Athena) dan Polyerratus (dari Samos) sekitar abad ke-6 dan ke-7 dan Pericies sekitar abad ke-5 SM. Pada saat itu, merupakan pengisi waktu senggang dan merupakan awal dimulainya perdagangan buku. Filsuf Aristoteles dianggap sebagai orang yang pertama kali mengumpulkan, menyimpan, dan memanfaatkan budaya masa lalu. Koleksi Aristoteles kelak dibawa ke Roma.
Perkembangan perpustakaan zaman Yunani Kuno mencapai puncaknya semasa abad Hellenisme, yang ditandai dengan penyebaran ajaran dan kebudayaan Yunani. Ini terjadi berkat penaklukan Alexander Agung beserta penggantinya. Pembentukan kota baru Yunani dan pengembangan pemerintahan monarki. Perpustakaan utama terletak di kota Alexandria Mesir, dan kota Pergamum di Asia Kecil. Di kota Alexandria berdiri sebuah museum, yang salah satu bagianya ialah perpustakaan dengan tujuan mengumpulkan teks Yunani dan manuskrip segala bahasa dari semua penjuru. Berkat usaha Demertrius dari Phalerum, perpustakaan Alexandria berkembang pesat dengan koleksi pertamanya 200.000 gulung papirus hingga nantinya mencapai 700.000 gulungan pada abad pertama SM.
Perpustakaan kedua disebut Serapeum. Disini koleksi yang dimiliki sejumlah 42.800 gulungan terpilih, kelak berkembang mencapai 100.000 gulung. Semua gulungan papirus ini disunting, disusun menurut bentuknya, dan diberi catatan untuk disusun menjadi sebuah bibliografi sastra Yunani. Semua pustakawan perpustakaan Alexandria ini merupakan ilmuwan ulung, termasuk pujangga Callimachus yang menyusun 120 jilid bibliografi sastra Yunani.
Seperti halnya Alexandria, kota Pergamum di Asia Kecil menjadi pusat belajar dan kegiatan sastra. Pada abad ke-2 SM, Eumenes II mendirikan sebuah perpustakaan dan mulai mengumpulkan semua manuskrip, bahkan bila perlu membuat salinan manuskrip lain. Untuk penyalinan tersebut digunakan sejumlah besar papirus yang diimpor dari Mesir. Karena khawatir persediaan papirus di Mesir habis dan rasa iri akan pesaingnya, raja Mesir menghentikan ekspor papirus ke Pergagum. Akibatnya perpustakaan Pergagum harus mencari bahan tulis lain selain papirus, maka dikembangkanlah bahan tulis baru yang disebut parchment atau kulit binatang, terutama biri-biri atau anak lembu.
Sebenarnya, bahan tulis ini sudah lama dikenal Yunani, namun karena harganya lebih mahal daripada papirus, maka banyak orang yang lebih memilih papirus. Parchment dikembangkan dan akhirnya menggantikan bahan tulis papirus hingga ditemukannya mesin cetak pada abad pertengahan. Koleksi perpustakaan Pergagum mencapai 100.000 gulungan (Sulistyo Basuki: 1991). Dalam perkembangannya, koleksi perpustakaan Pergagum nantinya diserahkan ke perpustakaan Alexandria sehingga perpustakaan Alexandria menjadi perpustakaan terbesar pada zamannya.
d.    Roma
Yunani memengaruhi kehidupan budaya dan intelektual Roma. Terbukti banyak orang Roma mempelajari sastra, filsaat, dan ilmu pengetahuan Yunani, bahkan juga bertutur bahasa Yunani. Perpustakaan pribadi mulai tumbuh karena perwira tinggi banyak yang membawa rampasan perang termasuk buku. Julius Caesar bahkan memerintah agar perpustakaan dibuka untuk umum dan beberapa menjadi koleksi pribadi yang selanjutnya koleksi pribadi ini dikembangkan menjadi perpustkaan pribadi, misalnya Lucullus 109 SM namun pada akhirnya perpustaakaan ini dibuka untuk umum. Perpustakaan kemudian tersebar ke seluruh bagian kerajaan Roma. Julius Caesar mendirikan perpustakaan Yunani dan Latin. Perpustakaan yang didirikan oleh Julius Caesar dikelolah oleh Marcus Terenitius Varo, dilanjutkan oleh Asinius Pollio semasa pemerintahan kaisar Augustus. Kaisar ini mendirikan Perpustakaan Palatina di Kuil Apollo berisi manuskrip Yunani dan Latin, dia juga mendirikan perpustakaan kedua yang disebut Octavian disebuah kuil yang dipersembahkan khusus untuk dewa Juno dan Jupiter.
Periode tahun 96 hingga 180 sering disebut zenith atau titik puncak peradaban purba. berkat kemakmuran dan keamanan tumbuhlah dengan subur minat pada kesenian, sastra, filsafat dan ilmu pengetahuan. Pada abad kedua saja di kota Romawi terdapat lebih dari 25 Perpustakan umum. Kaisar Trajanus mendirikan perpustakaan Ulpian di kota Romawi. Perpustakaan tersebut menduduki tempat penting yang kedua sesudah perpustakaan Iskandaria dan Pergamum. Kaisar Hadrianus (memerintah tahun 117-138) mendirikan perpustakaan di kuil Olympeium.
Pada masa ini, muncul bentuk buku baru, sebagai bentuk pengembangan dari gulungan papirus yang sedikit menyulitkan untuk dibaca, ditulisi, dan dibuka secara cepat. Gulungan papirus ini diganti dengan codex, yang merupakan kumpulan parchmen, diikat dan dijilid menjadi satu seperti buku yang kita kenal dewasa ini. Codex mulai digunakan secara besar-besaran sekitar abad ke-4 (Sulistyo Basuki: 1991).
Perpustakaan mulai mengalami kemunduran tatkala kerajaan Roma mulai mundur. Hingga akhirnya yang tinggal hanyalah perpustakaan biara, yang lainnya lenyap akibat serangan orang orang barbar.
e.    Byzantium
Kaisar Konstantin Agung menjadi raja Roma Barat dan Timur pada tahun 324. Ia memilih ibukota di Byzamtium, kemudian diubah menjadi Konstantinopel. Ia mendirikan perpustakaan kerajaan dan menekankan karya Latin, karena bahasa Latin merupakan bahasa resmi hingga abad ke-6. Koleksi ini kemudian ditambah dengan koleksi Kristen dan non-Kristen, baik dalam bahasa Yunani maupun Latn. Koleksinya tercatat hingga 120.000 buku. Waktu itu gereja merupakan pranata kerajaan yang paling penting. Karena adanya ketentuan bahwa seorang uskup harus memiliki sebuah perpustakaan, maka perpustakaan gereja berkembang. Kerajaan Byzantium kaya, berpenduduk padat, secara kultural, intelektual, dan politiknya cukup matang, yang diperkaya oleh ajarn Yunani dan Timur serta dipengaruhi tradisi Roma dalam pemerintahan.  Kerajaan ini bertahan hingga abad ke-15. Pada pertengahan abad ke-7 hingg abad ke-9, terjadi kontroversi mengenai ikonoklasme yaitu penggambaran yesus dan oarng kudus lainnya pada benda. Akibat larangan ini, banyak biara ditutup dan hartanya disita, dan kemudian biarawan Yunani mengungsi ke Italia. Selama periode ini, hiasan manuskrip dengan menggunakan huruf hias, gulungan maupun miniatur tidak digunakan dalam karya keagamaan maupun Bibel. Setelah kontroversi berakhir, minat terhadap karya Yunani Kuno berkembang lagi. Selama 300 tahun karya Yunani disalin, ditulis kembali, diberi komentar, dibuatkan ringkasan sastra Yunani bahkan juga dikembangkan ensiklopedia dan leksikon mengenai Yunani (Sulistyo Basuki: 1991).

f.     Arab
Agama Islam muncul pada abad ke-7, dan mulai menyebar ke sekitar daerah Arab. Dengan cepat pasukan Islam menguasai Syria, Babilonia, Mesopotamia, Persia, Mesir, seluruh bagian utara Afrika, dan menyebrang ke Spanyol. Orang Arab berhasil dalam bidang perpustakaan dan berjasa besar dalam penyebaran ilmu pengetahuan dan matematika di Eropa.
Pada abad ke-8 dan ke-9, ketika Konstantinopel mengalami kemandegan dalam hal karya sekuler, Bagdad berkembang dan menjadi pusat kajian karya Yunani. Ilmuwan muslim mulai memahami pikiran Aristoteles. Ilmuwan muslim mengkaji dan menerjemahkan karya filsafat, pengetahuan, dan kedokteran Yunani ke dalam bahasa arab, kadang kadang dari versi bahasa syriac ataupun aramaic. Puncak keemasanpun terjadi pada masa pemerintahan Abbasiyah Al-Makmun, yang mendirikan “rumah kebijakan”, yaitu sebuah lembaga studi yang menggabungkan unsur perpustakaan, akademi, dan biro terjemahan, pada tahun 810. Selama Abad ke-8, ilmu  alam, matematika, dan kedokteran benar-benar dipelajari. Karya Plato, Aristoteles, Hippocrates, dan Galen juga diterjemahkan ke dalam bahasa arab, ternasuk pula penelitian asli dala bidang astrologi, alkemi, dan magis. Dalam penaklukan ke timur, orang Arab berhasil mengetahui cara pembuatan kertas dari orang Cina, pada abad ke-8 di Bagdad trlah berdiri pabrik kertas. Teknik pembuatan kertas selama hampir lima abad dikuasai orang Arab. Karena harganya murah, dan mudah ditulis, maka produksi buku melonjak dan perpustakaanpun berkembang. Begitupun perpustakaan mesjid dan lembaga pendidikan. Perpustakaan kota Shiraz memiliki katalog, disusun menurut tempat dan dikelola oleh staff  perpustakaan. Pada abad ke-11, perpustakaan Kairo memiliki sekitar 150.000 buku.
            Di Spanyol, orang Arab mendirikan perpustakaan Cordoba yang memiliki 400.000 buku. Di perpustakaan Cordoba, Toledo, dan Seville, karya klasik diterjemahkan ke dalam bahasa arab dari bahasa syriac. Ketika Spanyol direbut tentara kristen, ribuan karya klasik ini diketemukan, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa latin dan disebarkan keseluruh Eropa (Sulistyo Basuki: 1991)

a.             Zaman Kerajaan Lokal
            Tradisi yang tumbuh di kalangan pustakawan Indonesia mengatakan bahwa, pada zaman Kedatuan Sriwijaya, Indonesia telah mengenal perpustakaan. Tradisi tersebut tumbuh karena zaman keemasan Sriwijaya, di ibu kota Kedatuan terdapat sekitar 2000 biksu (rahi budha) yang mempelajari agama budha. Karena setiap ahri mempelajari agama, tentunya ada bahan yang dipelajari. Bahan ini tentunya buku dan karena ada banyak buku tentunya ada perpustakaan. Pendapat tersebut belum ditunjang oleh penelitian yang dilakukan oleh sejarawan maupun pustakawan Indonesia. Memang benar para biksu membaca buku, namun buku yang mereka baca lebih banyak buku keagamaan. Walaupun kegiatan membaca buku tersebut secara tersirat menyebutkan keadaaan sebuah perpustakaan, kegiatan membaca pada waktu itu lebih menekankan pada kegiatan keagamaan. Dengan demikian  eksistensi perpustakaan pada zaman sriwijaya perlu dipertanyakan lagi. Pada zaman kerajaan lokal di seluruh Indonesia muncul berbagai kerajaan, ada yang besar ada yang kecil. Kerajaan tersebut umumnya tidak memiliki perpustakaan , namun mereka memiliki kumpulan naskah kuno atau manuskrip. Manuskrip ini disimpan di istana, dirawat oleh petugas istana, dan hanya raja, kerabata raja, dan petugas tertentu yang berhak membaca manuskrip.
b.           Zaman Hindia Belanda
            Untuk keperluan rohaniah orangorang belanda mendirikan gereja. Seperti halnya dengan kebiasaan di dunia barat pada waktu itu, setiap gereja dilengkapi dengan perpustakaan, maka  berdirilah perpustaakaan gereja di Batavia pada tahun 1643 dengan pustakawan pertama bernama DS. (Dominus Abraham Fierenius). Perpustakaan gerja tersebut tidak saja meminjamkan buku bagi anggota yang diam di Jakarta,  melaikan juga memberikan jasa pinjaman buku keluar kota. Kota yang pernah meminjam buku tercatat dari kota Semarang dan Juana. Jadi anda dapat membayangkan bahwa 300tahun yang lalu sudah ada pinjaman antar perpustakaan, sudah ada jasa peprustkaan yang melebar sampai keluar kota.
            Dalam perjalanannya sumber sejarah tidak lagi menyebut nyebut keberadaan perpustakaan gereja tersebut. Baru tanggal 24 April 1778 berdirilah sebuah perhimpunan bernama Bataviasche Genootschap Van Kunsten N Weetenschap di Batavia. Bersamaan dengan peresmian perhimpunan juga diresmika perpustakaan perhimpunan atas prakarsa Mr. J.C.M. Rade Maker, ketua Raad Van Indie. Jadi sudah ada inisiatif perorangan untuk menyumbang perpustakaan. Juga dewan Hindia Belanda (Raad Van Indie) memberikan sumbangan sebesar FI 50 per tahun (baca 50 gulden). Sumbanagn ettap tersebut berlangsung hingga tahun 1844. Perpustakaan tersebut kemudian menerbitkan katalognya yang pertama pada tahun 1846, diberi nama Bibliotecae Artium Sainti Scientiaerumquae Batavia Floret Catalogue Systematikus hasil suntingan P. Bleeker . Edisi kedua terbit dengan judul dalam bahasa belanda (semula dalam bahasa latin) pada tahun 1848.
            Sebagai hasil tanam paksa di pulau jawa dan sumatera berdiri berbagai tanaman keras seperti perkebunan tebu, kapuk, kopi, karet, kelapa sawit, disamping berbagai pabrik dan pusat penelitian. Perkebunan memerlukan tanaman yang tahan penyakit, produknya tinggi, pemeliharaannya hemat, serta dapat ditanam sepanjang tahun. Upaya mencari tanaman demikian tidak dilakukan oleh perkebunan melainkan diserahkan pada lembaga penelitian, baik milik swasta maupun pemerintah. Maka berdiri;ah berbagai balai pendidikan. Umtuk mencegah adanya duplikasi penelitian dengan penelitian di dalam maupun diluar Indonesia serta memperoleh informasi yang cepat diperlukan perpustakaan maka akhir abad ke-19 berdirilah berbagai perpustakaan penelitian dan perpustakaan lain di Indonesia. Dalam kaitanya dengan perpustakaan berbagai sekolah sering kali dilengkapi dengan perpustakaan sehingga muncullah perpustakaan sekolah. Sekitar dasawarsa pertama dan kedua abad ini, pemerintah hindia belanda giat mendirikan sekolah rakyat disebut Volkschool, artinya sekolah yang menerima tamatan sekolah rendah angka dua. Waktu itu pendidikan dasar hanya terbatas sampai kelas dua saja. Pada waktu hampir bersamaan pemerintah mendirikan Volkselectuur yang kini berubah menjadi balai pustaka dengan tugas menerbitkan buku bagi rakyat. Volkselectuur mendirikan volksbibliotheek, artinya perpustakaan umum yang didirikan oleh Volkselectuur namun pengelolaannya diserahkan kepada volkschool. Koleksi pada volkschool boleh digunakan oleh guru dan murid, namun juga boleh dipinjam oleh penduduk setempat dengan membayar 2 sen per buku dengan waktu pinjam 14 hari. Jadi konsep ini berbeda dengan perpustakaan sekolah dewasa ini, hanya melayani keperluan baca bagi guru dan muridnya saja.
            Volkbibliotheek didirikan dengan memperhatikan pemakaian bahasa setempat. Bagi volkbiblioteek dikawasan yang menggunakan bahasa jawa sebagai bahasa pengantar, pemerintah hindia belanda menyediakan 417 judul buku berbahasa jawa serta 282 buku berbahasa melayu. Bagi volkbibiloteek didaerah berbahasa sunda, pemerintah menyediakan 291 judul buku bahasa sunda serta 282 buku dalam bahasa melayu. Untuk volkbiblioteek Madura disediakan 67 judul buku bahasa Madura serta 282 buku bahasa melayu yang diserahkan kepada setiap volkbiblioteek jumlahnya sama namun untuk bahasa daerah berbeda jumlahnya, ini mungkin mengingatkan komposisi penduduk pada waktu itu. Pada tahap selanjutnya setiap volkbiblioteek memperoleh tambahan 46 judul berbahasa melayu. Untui volkbiblioteek melayu yang banyak terdapat di Sumatra, pemerintah menyediakan 328 judul buku berbahasa melayu.
            Karena sebagiah besar penduduk Indonesia pada waktu hidup dari pertanian, maka volkselectuur menyediakan buku bercorak tanam disamping menerbitkan buku hiburan berupa roman, petualangan dan pengembaraan. Pemerintah pernah melakukan penelitian tentang buku yang paling digemari tercatat buku yang memperoleh banyak minat ialah Kucing Berstiwel, sebatang Kara karangan Hector Malot, buku buku tersebut masih dibaca oleh generasi sekarang sesuai dengan usianya. Jadi pada usia tertentu, minat baca antar satu generasi sekarang sesuai dengan usianya. Jadi pada usia tertentu, minat bacaan antar satu generasin dengan generasi berikutnya tetap sama, hanya saja nama pengarangnya berbeda. Sesuai dengan fungsi perpustakaan, maka buku harus didayagunakan bagi kepentingan pembaca.
            Perpustakaan sekolah yang didirikan pemerintah Hindia Belanda unyuk pribumi sering disebut “Indonesische Volkbibliotheken”, mulai didirikan sekitar tahun 1911. Pada tahun 1916 pemerintah Belanda mendirikan Nederlandsche Volkbibliotheken yang digabungkan pada Holland-Inlandsche School, disingkat H.I.S, semacam sekolah lanjutan dengan menggunakan bahasa belanda sebagai bahsa pengantar. Tujuan Nederlandsche Volkbibliotheken ialah menyediakan bahan bacaan bagi guru dan murid H.I.S. usaha tersebut kurang berhasil, karena dalam  kurun waktu 10 tahun tidak ada penambahan buku bagi Nederlandsche Volkbibliotheken. Berdasarkan statistic, jumlah rata-rata pembaca ialah 15 orang perbulan dengan jumlah peminjaman 131 buku perbulan.
            Disamping menyediakan buku, volsklectuu juga menerbitkan dan menyediakan majalah bagi Volksbibliotheek. Volkslectuur jugfa mengeluarkan almanac berjudul Volksalmanak berisi aneka ragam materi misalnya pertanian, pedoman bercocok tanam, perimbon, dsb.
            Sebenarnya sebelum pemerintah Hindia Belanda mendirikan Volksbiblioteek pihak swasta telah terlebih dahulu mendirikan semacam perpustakaan atau semacam ruang baca yang terbuka bagi umum, jadi mirip dengan perpustakaan umum desawa seperti dewasa ini. Perpustakaan tersebut dinamai “Openbareleeszalen” atau secara harfiah ruang baca umum terbuka atau ruang baca umum, yang didirikan pada tahun 1910. Ruang baca tersebut menyediakan bacaan secara Cuma-Cuma, hanya dapat dibaca ditempat, tidak boleh dipinjam, terbuka pagi hingga siang hari. Yang mendirikan “Openbareleeszalen” adalah pihak swasta seperti Gereja Katolik, Loge der Vrijmetselaren, Theosofische Vereeniging dan Maatschappij tot Nut van het Algemeen.
            Pada zaman Hindia Belanda juga berkembang perpustakaan sewa artinya perpustakaan  yang memungut bayaran atas buku dan majalah yang dipinjam anggotanya.  Perpustakaan semacam itu dikenal dengan nama Huurbiblioteek atau perpustakaan sewa. Perpustakaan sewa ingin mencari peminat sebanyak-banyaknya karena semakin banyak anggota semakin banyak uang yang masuk, sedangkan “openbareleeszalen” ingin meyebarkan bacaan kepada masyarakat.
            Walaupun ada pesaing, sesungguhnya terdapat perbedaan pada bahan bacaan yang disediakan. “Openbareleeszalen” menyediakan bahan bacaan yang bersifat umum, kadang-kadang ditambah dengan literature badan yang bersangkutan, misalnya “Openbareleeszalen” yang diselenggarakan oleh Gereja Katolik, disamping menyediakan literature umum juga menyediakan literature keagamaan. “Volksbiblioteek” menyediakan bahan bacaan popular ilmiah, sedangkan “huurbibliotheek” menyediakan bahan bacaan berupa roman atau novel dalam bahasa belanda, inggris, perancis, serta buku bacaan gadis remaja.
            Penerbit Firma G. Kolff & CO mendirikan perpustakaan sewa di kota Batavia, Surabaya , Malang, Yogyakarta, Madiun, dan Solo. Sebuah took buku di Bandung bernama Visser juga mendirikan perpustakaan sewa di Bandung. Perpustakaan sewa lainnya ialah Viribu Unitis di Batavia, C.G van Wjhe di Surabaya serta Leeabibliotheek Favoriet di Batavia. Ketiga perpustakaan sewa ini menyediakan bahan bacaan yang dibeli dari pedagang buku loakan serta berbagai roman kuno yang dibeli dari pihak kedua. Dengan demikian menjelang keruntuhan Hindia Belanda pada tahun 1942 di tanah aiar kita terdapat beerbagai jenis perpustakaan seperti perpustakaan khusus, umum, sekolah, perguruan tinggi, dan sewa.
c.            Zaman Jepang
Jepang menyerbu Hindia Belanda pada bulan Maret 1942. Ketika menyerbu pulau Jawa, pasukan Jepang mendarat di tiga tempat yaitu dekat Rembang, Eretan (Indramayu) dan Merak (Banten). Dengan cepat pasukan Jepang menduduki berbagai tempat sehingga pada tanggal 5 maret 1952 kota Batavia dinyatakan sebagai kota terbuka. Pasukan jepang dengan mudah memasuki Batavia. Mereka segera menduduki tempat penting dan dianggap strategis. Gedung yang bersebelahan dengan gedung Bataviaasche Genooschap semula merupaka gedung kuliah RHS, kemudian dijadikan markas Kempetai (dinas rahasia Jepang). Karena itu gedung  Bataviaasche Genooschap menjadi bagian daerah pengamanan markas besar Kempatai.
Pemerintah pendudukan Jepang kemudian mengeluarkan peraturan melarang penggunaan buku-buku yang ditulis dalam bahasa inggris, belanda, perancis, untuk digunakan di sekolah. Akibat larangan ini maka perpustakaan fakultas yang ada praktis tidak dapat digunakan karena sebagian besar buku dicetak dalam bahasa belanda. Selama ini pengelolaan berbagai jenis perpustakaan dipegang oleh orang Belanda, sedangkan tidak seorangpun tenaga Indonesia pernah memperoleh pendidikan kepustakawanan. Akibat perang, maka orang Belanda termasuk pustakawan Belanda dimasukan ke tahanan militer. Perpustakaan tidak ada yang mengelola, sedangkan koleksi tidang menunjang, karena sebagian besar dilarang oleh pemerintah Jepang. Maka lenyaplah, “Volksbibliotheek”, “Huurbibliotheek” karena pelarangan buku bahasa Belanda serta suasana yang berorientasi pada memenangkan peperangan. Di sekolah kedokteran (waktu itu disebut Ika Daigaku) hanya sedikit buku yang dapat digunakan.
Yang masih utuh ketika Jepang menyerang pada tahun 1945 hanyalah koleksi perpustakaan Bataviaasche van Kunsten en Wetenschap, dan beberapa perpustakaan khusus.

d.          Zaman Peralihan 1945-1950
Setelah Jepang menyerah, Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya pada tahun 1945. Sesudah itu, pemerintahan Indonesia menghadapi pasukan Inggris, pasukan Belanda serta gangguan dari dalam seperti pemberontakan PKI Madiun dan ancaman DI/TII. Masa itu semua kegiatan dikerahkan untuk menghadapi gangguan sehingga tidak ada waktu untuk memusatkan diri pada pengembangan perpustakaan.  Tetapi masih ada orang yang memperhatikan perpustakan, sehingga pemerintah Indonesia membuka pendidikan kedokteran, maka beberapa pengajaran membawa beberapa buku-buku kedokteran ke Yogyakarta, bahkan kemudian diungsikan ke kota Klaten akibat serangan Belanda pada tahun 1948.
Sebelum perang kemerdekaan II, pemerintahRI masih  sempat mendirikan Perpoestakaan Negara Republik Indonesia, di Yogyakarta pada tahun 1948. Perpustakaan negara ini merupakan perpustakaan negara pertama di Indonesia, kegiatan tersebut tidak sempat berkembang akibat peperangan. Baru sesudah pengakuan kedaulatan, pemerintah Indonesia mulai membangun perpustakaan.
e.            Periode 1950-akhir 1960-an
Pada periode ini pemerintah RI mulai memperhatikan pendirian perpustakaan umum. Untuk keperluan rakyat didirkan tiga jenis perpustakaan umum, dikenal dengan nama Taman Pustaka Rakyat (TPR). Pembangunan TPR disesuaikan dengan tingkat pemerintahan. Untuk desa didirikan TPR C dengan komposisi 40% bacaan tingkat SD dan 60% bacaan tingkat SMP. Pada tingkat kabupaten didirikan TPR B dengan komposisi 40% bacaan tingkat SMP dan 60% bacaan tingkat SMA. Pada ibukota provinsi didirikan TPR A dengan komposisi koleksi 40% tingkat SMA dan 60% tingkat perguruan tinggi. TPR dikelola oleh Jawatan Pendidikan Masyarakat, Kementrian Pendidikan, Pengajaran, dan kebudayaan. Pada saat bersamaan kementrian penerangan juga mendirikan Balai Bacaan Rakyat, isinya kebnayakan terbitan pemerintah terutama Dep. Penerangan. Pembangunan TPR sebagi perpustakaan umum berjalan cepat. Dalam kurun waktu singkat berhasil membangun TPR A, TPR B, dan TPR C. Semua koleksi dan gaji pegawai ditanggung oeh Kementrian P.P.&K.
Sebagai kelanjutan dari pembangunan perpustakaan, pemerintah juga mendirikan Perpustakaan Negara, diatur dalam Surat Keputusan Menteri P.P&K no 29103 tanggal 23 Mei 1956. Dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa Perpustakaan Negara berfungsi sebagai perpustakaan umum serta mempunyai tugas sebagai berikut:
Ø    Membantu perkembangan perpustakaan lain dan menciptakan serta menyelenggarakan kerja sama anatara perpustakaan.
Ø    Berusaha menambah produksi mengenai literatur fungsional
Ø    Menyelenggarakan “book-mobile unit”
Ø    Menyelenggarakan  pendidikan berupa kursus perpustakaan
Ø    Berusaha mengadakan katalog induk
Ø    Merupakan perpustakaan referens untuk tingkat propinsi.
Ekonomi Indonesia semakin hari semakin memburuk sehingga pemerintah tidak mampu lagi menyediakan penyelenggaraan biaya pengadaan buku dan majalah. Gaji pustakawan digerogoti oleh inflasi yang tinggi. Hal ini makin terasa pada thun-tahun dasawarsa 1960-an sehingga TPR semakin ditinggalkan pembacanya karena koleksinya tidak pernah bertambah. Pada tahun 1969 dengan dimulainya Pembangunan Lima Tahun (PELITA) perpustakaan mulai memperoleh dana lagi sehingga sedikit demi sedikit perpustakaan mulai giat kembali.



PENUTUP
            Perpustakaan adalah ruang atau tempat yang menyediakan berbagai sumber informasi yang sengaja disediakan untuk para pengunjung dan pengguna perpustaakaan. Perpustakaan sudah dimulai sejak zaman purba yang koleksinya masih berupa tanah liat dan lempeng batu, bahasa dan penulisannya pun masih dalam huruf pictograph yang kemudian seiring berjalannya waktu manusia mulai menemukan bahasa dan tulisan, yang mula mula masih berbentuk huruf paku yang kemudian disempurnakan. Koleksi perpustakaanya pun berkembang mulai dari penggunaan daun lontar, kulit hewan, papyrus dan kemudian buku yang disebut incunabula. perkembangan koleksi, bahan, bahasa dan penulisan ini memicu perkembangan perpustakaan. perkembangan gedung, sarana dalam perpustakaan, katalogisasi, fungsi dan tujuan dari perpustakaan itu sendiri.
Sejarah Perkembangan Perpustakaan ini dibedakan pada sejarah dunia dan Indonesia. Pada sejarah perkembangan perpustakaan dunia terdiri atas sejarah sebelum dan sesudah masehi, abad pertengahan, abad XVII dan perkembangan perpustakaan di Negara Negara berkembang di Dunia. Pada Sejarah perkembangan perpustakaan di Indonesia terdiri atas sejarah Awal, pada zaman kerajaan local, zaman Belanda dan Jepang, Periode 1945-1950, dan zaman peralihan di Indonesia.



Wiji Suwarno. 2010. Pengetahua Dasar Kepustakaan. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia
Wiji Suwarno. 2006. Perpustakaan dan Masyarakat.Bogor:  Pasanobor Indonesia
Dr. Karmidi Martoatmodjo. 1998. Manajemen Perpustakaan Khusus. Universitas Terbuka
Dr. Sulistyo Basuki. 1999. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Universitas Terbuka

Meiliana Bustari. 2000. Manajemen Perpustakaan Pendidikan. Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta